Rabu, 30 November 2016

The Power of "Ojo Dumeh"

The Power of ?Ojo Dumeh? Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1


Di antara filosofi hidup orang jawa yang paling terkenal mungkin adalah “ojo dumeh”. Bahkan filosofi ini sudah mulai digunakan oleh kalangan yang lebih luas, tidak terbatas pada orang jawa saja. Ojo dumeh yang dalam bahasa sekarang mungkin bisa diterjemahkan langsung sebagai “jangan mentang-mentang” ini dianggap filosofi yang aplikatif sepanjang masa dan sangat powerful.

Ajaran ojo dumeh menyarankan kepada kita agar jangan sampai kelebihan ataupun kehebatan yang kita miliki justru menjadi bumerang, membunuh diri sendiri. Kelebihan seseorang bisa dalam bentuk kekayaan, keahlian, jabatan, ketampanan atau kecantikan, kepopuleran, ataupun keturunan.
Dalam hal kekayaan misalnya, jangan mentang-mentang kaya kemudian tidak menghargai yang miskin, apalagi melecehkan ataupun menghina. Ojo dumeh! Kekayaan yang kita miliki tidak bisa dijamin akan abadi. Bisa saja hari ini kita kaya tetapi malam nanti kekayaan kita dirampok orang dan ludes semua kekayaan kita. Kalau hal seperti itu terjadi, mau apa? Ini adalah refleksi dari realita kehidupan di mana ada kaya ada miskin, ada yang pintar ada yang bodoh, dan sebagainya. Yang kaya bisa saja menjadi miskin dan yang miskin bisa saja menjadi kaya.

Untuk itulah maka kearifan jawa ini selalu mengingatkan kita untuk ojo dumeh. Jangan mentang-mentang memiliki kelebihan kemudian menjadi sombong, tidak terkendali, lupa diri, bahkan kemudian merendahkan orang lain. Kearifan untuk ojo dumeh inilah yang mengantar banyak orang menjadi sukses. Bahkan ojo dumeh dapat melipat gandakan kekuatan dan kelebihan kita sehingga kita lebih powerful. Mengapa demikian?

Terdapat beberapa alasan mengapa ojo dumeh menjadikan kita lebih powerful.
  • Yang pertama, ojo dumeh selalu mengingatkan kita agar kita tidak tergelincir kemudian jatuh dari posisi kita sekarang. Hal ini dikarenakan dengan selalu ingat pada adanya posisi yang berada dibawah kita, memberikan sinyal bahwa kalau tidak berhati-hati kita bisa terpeleset dan jatuh ke posisi tersebut. Jadi ojo dumeh menciptakan kehati-hatian. Dengan kita berhati-hati, maka pijakan kita menjadi lebih kuat. Kita tidak akan terpeleset, apa lagi jatuh.
  • Yang ke dua, ojo dumeh akan menyenangkan orang lain. Orang lain senang karena kita tidak mentang-mentang, tidak merendahkan mereka. Saat kita menyenangkan orang lain, orang-orang tersebut akan senang berada di sekitar kita. Mereka tidak ingin kita jauh dari mereka. Apa lagi lepas dari mereka. Artinya, mereka akan menjaga kita untuk stay in our position. Tetap di posisi kita di sini bukan berarti kita tidak mereka inginkan untuk menapak ke posisi yang lebih tinggi. Mereka justru berharap agar kita lebih membuat mereka senang. Pada posisi yang seperti ini saja kita menyenangkan mereka, sehingga pada saat kita berhasil berada di posisi yang lebih tinggi mereka berharap bahwa kita akan lebih menyenangkan mereka.
  • Yang ke tiga, ojo dumeh menunjukkan bahwa kita adalah orang yang bersyukur. Dengan tidak ‘mentang-mentang’ berarti kita memberi pernyataan pada diri sendiri bahwa posisi kita yang seperti ini cukup untuk kita dan wajib kita syukuri. Kalau kita diberi lebih dari yang sekarang ini tentunya kita akan lebih bersyukur lagi. Dengan demikian kita bisa menikmati apa yang sudah kita miliki dan yang sedang kita alami.
  • Ke empat, ojo dumeh membuat kita hemat energi. Merendahkan orang lain, mengumpat orang lain, dan berfikir negatif tentang orang lain hanya akan menguras energi kita. Lebih baik kita menempatkan segala sesuatu pada porsinya saja. Setiap orang mendapatkan rejekinya sendiri-sendiri. Ada yang banyak, ada yang sedikit. Yang banyak bisa menjadi sedikit, dan yang sedikit bisa menjadi banyak. Jadi, yang punya kelebihan bersyukur saja tanpa harus mengecilkan orang lain. Berfikir positif seperti ini akan menghemat energi kita. Apalagi orang yang merasa kita hargai tersebut juga kemudian menghargai kita, hal tersebut justru akan me-recharge energi kita.
  • Ke lima, ojo dumeh merupakan pengendalian diri. Yang dimaksud pengendalian diri disini adalah membawa diri kita kepada keadaan yang kita inginkan. Ojo dumeh akan selalu mengingatkan kita bahwa ternyata disekitar kita banyak sekali hal-hal yang berbeda dengan kita dimana perbedaan tersebut bukannya sesuatu yang kita inginkan. Saat kita diberi kelebihan dalam hal kekayaan misalnya, kita akan melihat bahwa di sekitar kita masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Selama kita menyadari hal tersebut, dan kemudian tidak mengecilkan orang-orang yang kurang beruntung, maka kita justru akan diarahkan oleh keadaan untuk lebih baik dari keadaan kita sekarang dan terhindar dari keadaan yang tidak kita inginkan. Kalau kita mengecilkan orang lain, atau menghina, hal tersebut sama saja dengan kita menyamakan posisi kita seperti posisi mereka. Sama halnya kalau kita marah pada orang gila dan mengumpat orang gila, maka bukankah kita menjadi sama saja dengan orang gila tersebut? Sudah tahu dia gila kok kita marah kepada mereka? Demikian pula saat berhadapan dengan orang-orang yang tidak seberuntung kita. Kalau kita merendahkan mereka juga sama saja kita down grade, sama saja dengan mereka. Yang benar adalah saat kita lebih beruntung kita membantu dan mengangkat orang yang kurang beruntung tersebut ke posisi yang lebih baik. Kita boleh merendah, tetapi jangan merendahkan. Begitu kurang lebih yang terkandung dalam ojo dumeh.
  • Yang ke enam, ojo dumeh menjadikan kita tidak “over valued” terhadap diri sendiri. Kalau kita mentang-mentang, dan keadaan membiarkan kita terbuai dengan ke“mentang-mentang”an kita, maka kita bisa lupa diri. Sebagai contoh, mentang-mentang kita pandai kemudian kita membodohi orang lain. Orang lain mungkin diam. Kita yang sedang membodohi rasanya tiba-tiba menjadi lebih pandai, melayang tinggi lebih pandai lagi. Itu perasaan yang menipu. Kita justru akan tertipu oleh “mentang-mentang” kita. Untuk itulah maka kalau kita memegang kearifan “ojo dumeh” kepalsuan perasaan tersebut dapat kita hindari. Hati-hati, kita bisa over valued terhadap diri sendiri, yang apa bila kita tidak kuat bertahan, hal tersebut justru akan berbalik menjadi menurunkan value kita.

Mari kita bawa kearifan “ojo dumeh” ini ke tempat kerja kita. Bayangkan kita bekerja keras untuk menciptakan kinerja yang kita targetkan. Kemudian kita bisa menapak satu posisi ke posisi berikutnya yang lebih tinggi, yang akhirnya kita mencapai posisi puncak. Tetapi kita tetap rendah hati. Kita tetap menghargai pendapat orang lain walau yang posisinya lebih rendah dari kita. Kita tidak “mentang-mentang” mempunyai kekuasaan kemudian kita sewenang-wenang dengan kekuasaan kita. Kita tidak mentang-mentang berpenghasilan tinggi kemudian membelanjakan uang kita semau kita sampai lupa berderma. Kita tetap mendengarkan teman kerja kita seperti apapun posisi mereka. Kita tetap hemat dan semakin banyak berderma. Bagaimana dengan profil seperti itu? Kita ingin orang tersebut lengser? Tentunya tidak.
Untuk itulah maka kearifan “ojo dumeh” banyak dipelajari, dan diparaktekkan orang di jaman modern seperti ini. Ojo dumeh mendorong kita untuk semakin memanusiakan manusia (dalam istilah jawa disebut nguwongake). Ojo dumeh tidak akan mengerdilkan diri sendiri, justru akan membuat kita menjadi besar karena berjiwa besar. Ojo dumeh.

Selasa, 29 November 2016

JANGAN PERNAH MENYERAH


Aku hanya manusia biasa.. karena aku tidak mampu mengerjakan semuanya, maka aku tidak akan menolak mengerjakan apa yang mampu aku lakukan..
(Albert Everett Hale)

Aku adalah seorang perawat yang khusus merawat penderita stroke. Ada dua karakter khas yang aku temui dari penderita stroke, mereka sangat ingin hidup atau justru ingin segera mati. Salah satu pasien yang cukup berarti bagiku ialah Albert.

Saat berkeliling melakukan pemeriksaan di rumah sakit, aku melihat Albert, dalam posisi meringkuk dalam posisi seperti janin dalam kandungan. Ia seorang pria setengah baya. Tubuhnya ditutupi selimut dan kepalanya hampir tidak kelihatan di balik selimutnya. Ia tidak bereaksi saat aku memperkenalkan diri.
Di ruang jaga perawat aku mendapatkan informasi bahwa umur Albert tidak panjang lagi. Ia hidup sendirian, istrinya telah meninggal, dan anak-anaknya entah berada dimana. Mungkin aku dapat menolongnya. Meskipun aku seorang janda, tubuhku bagus dan wajahku masih cantik. Aku jarang bergaul dengan pria di luar rumah sakit. Anggap saja terapi ini adalah sebuah petualangan bagiku.
Keesokan harinya, aku mengenakan pakaian putih tetapi bukan seragam perawat seperti biasanya. Aku masuk ke kamar Albert. Albert langsung membentak, menyuruhku keluar. Tetapi aku justru duduk di kursi di dekat tempat tidurnya. Aku berusaha memberinya senyuman sesempurna mungkin.
"Tinggalkan aku ! Aku ingin mati !" seru Albert.
"Apa tidak salah di luar banyak wanita cantik menunggumu." sahutku.
Ia tampak tersinggung. Tetapi aku terus berbicara panjang lebar tentang betapa senangnya aku bekerja di rumah sakit khusus rehabilitasi stroke ini. Aku menceritakan betapa bangganya aku saat dapat mendorong seseorang untuk mencapai potensi maksimum mereka. Aku juga mengatakan, bahwa ini adalah tempat yang penuh kemungkinan. Ia tidak menyahut sepatah kata pun.

Dua hari kemudian aku mendapatkan kabar dari teman perawat bahwa Albert menanyakan kapan aku bertugas di kamarnya lagi. Kawan-kawan mulai mengedarkan gosip bahwa ia adalah pacar-ku. Aku tidak membantah gosip itu, bahkan aku selalu berseru kepada orang lain untuk jangan mengganggu Albert-ku saat keluar dari kamar Albert. Hal ini memang sengaja kulakukan agar Albert mendengarnya.
Satu minggu kemudian Albert mau belajar duduk dan melatih keseimbangan. Ia juga bersedia mengikuti latihan fisioterapi asalkan aku mau datang lagi untuk mengobrol. Dua bulan kemudian, Albert sudah mampu menggunakan sepasang alat bantu berjalan. Dan pada bulan ke-3, ia sudah meningkat ke penggunaan sebatang tongkat penyangga.

Pada hari ketika Albert diijinkan pulang, kami merayakannya dengan sebuah pesta. Aku mengajaknya berdansa. Ia memang bukan pria yang romantis, tapi ia mampu untuk berdansa dengan baik. Aku tak dapat menahan air mataku saat berpisah dengannya.

Beberapa waktu setelah perpisahan itu, secara berkala aku selalu mendapatkan kiriman bunga dari Albert. Dan kadangkala disertai dengan sekantung kacang. Ia mulai berkebun lagi seperti dulu.
Beberapa tahun kemudian, pada suatu siang, seorang wanita cantik datang ke rumah sakit. Ia meminta untuk bertemu dengan "si penggoda". Waktu itu aku sedang memandikan seorang pasien.
"Oh, jadi itu Anda ?" Wanita itu bertanya. Ia mengatakan bahwa Albert adalah seorang pria sejati. Ia juga menceritakan bagaimana Albert telah menjadi seorang motivator yang sangat terkenal di kota tempat tinggalnya.
Senyum wanita itu mengembang ketika ia memberiku sebuah undangan untuk datang ke pesta pernikahan mereka.